Agama dan Masyarakat
9. Agama dan Masyarakat
Kaitan
agama dengan masyarakat banyak dibutikan oleh pengetahuan agama yang meliputi
penulisan sejarah dan figure nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi
rasional tentang arti dan hakikat kehidupan. Bukti di atas sampai apada
pendapat bahwa agama merupakan tempat mencari makna hidup yang final dan
ultimate. Kemudian, pada urutannya agamayang diyakini merupakan sumber motivasi
tindakan individu dalam hubungan sosialnya dan kembali pada konsep hubungan
agama dengan masyarakat.
Membicarakan
peranan agama dalam kehidupan sosial menyangkut dua hal yang sudah tentu
hubungannya erat memiliki aspek-aspek yang terpelihara. Yaitu pengaruh dari
cita-cita agama dan etika agama dalam kehidupan individu dari kelas social dan
grup social, perseorangandan kolektivitas dan mencakup kebiasaan dan cara semua
unsur asing agma diwarnainya. Yang mempunyai seperangkat arti mencakup perilaku
sebagai pegangan individu (way of life) dengan kepercayaan dan taat kepada
agamanya. Agama sebagai suatu system mencakup individu dan masyarakat, seperti
adanya emosi keagamaan, keyakinan terhadap agamanya.
Dalam
proses sosial, hubungan nilai dan tujuan masyarakat relative harus stabil dalam
setiap momen. Bila terjadi perubahan dan kultural hancurnya bentuk social dan
cultural lama. Masyarakat dipengaruhi oleh berbagai perubahan sosial. Setiap
kelompok berbeda dalam dalam kepekaan agama dan cara merasakan titik kritisnya.
Dalam kepekaan agama setiap kelompok berbeda dalam menafsirkannya, semua sesuai
dengan situasi apa yang dihadapi oleh kelompok tersebut. Disamping menawarkan
nilai-nilai dan solidaritas baru, juga tampil pola-pola sosial untuk mencari
jalan keluar dari pengalaman yang mengecewakan anomi, menetang sumber yang
nyata dan mencoba mengambil upaya pelarian yang telah disediakan oleh situasi.
Fungsi Agama
Aspek
yang perlu dipelajari dalam membahas fungsi agama adalah kebudayaan, social dan
kepribadian. Ketiga aspek tersebut merupakan kompleks fenomena social terpadu
yang pengaruhnya dapa diamati dalam perilaku manusia. Fungsi agama sebagai
petunjuk bagi manusia untuk mengatasi diri dari ketidakpastian, ketidakberdayaan
dan kelangkaan; dan agama dipandang sebagai mekanisme penysuaian yang paling
dasar terhadap unsur-unsur kehidupan, memenuhi kebutuhan masyarakat. Contohnya
dalam melakukan transaksi jual beli agama berperan dalam menjaga kepercayaan
manusia yang satu dengan yang lainnya dalam melakukan transaksi. Masalah
fungsionalisme agama dapat dianalisis lebih mudah pada komitmen agama. Dimensi
komitmen agama, menurut Roland Robertson (1984), diklarifikasikan berupa
keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan dan konsekuensi.
Ø Dimensi keyakinan harapan bahwa orang yang religious akan
mengikuti kebenaran ajaran-ajaran agama.
Ø Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan
berbakti, yaitu perbuatan untuk melakukan komitmen agama secara nyata.
Ø Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama
mempunyai perkiraan tertentu. Yaitu orang yang benar-benar religious pada suatu
waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas
tinggi.
Ø Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan bahwa orang
yang religius akan memiliki informasi tentang ajaran pokok keagamaan.
Ø Dimensi konsekuensi dari komitmen religious berbeda dengan
tingkah laku perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.
Masyarakat-masyarkat Industri
Sekuler.
Masyarakat
industri bercirikan dinamika dan semakin berpengaruh terhadap semua aspek
kehidupan, sebagian besar penyesuaian-penyesuaian terhadap alam fisik, tetapi
yang penting adalah penesuaian-penyesuaian dalam hubungan-hubungan kemanusiaan
sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai konsekuensi
penting bagi agama. Salah satu akibatnya adalah anggota masyarakat semakin
terbiasa menggunakan metode empiris berdasakan penalarandan efisiansi dalam
menanggapi masalah kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat secular
semakin meluas, seringkali dengan pengorbanan lingkungan yang sakral. Watak
masyarakat sekuler menurut Roland Robertson (1984), tidak terlalu memberikan
tanggapan langsung terhadap agama. Misalnya pemikiran agama, praktek agama, dan
kebiasaan-kebiasaan agama peranannya sedikit.
Pelembagaan AGAMA
Agama
begitu universal, permanen dan mengatur dalam kehidupan, sehingga bila tidak
memahami agama, akan sukar memahami masyarakat. Kaitan agama dengan masyarakat
dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak tergambar secara benar dan utuh.
Ø
Masyarakat yang Terbelakang dan Nilai-nilai Sakral.
Masyarakat ini berjumlah kecil,
terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama yang sama. Agama
memasukan pengaruh yang sakral ke dalam system masyarakat mereka.
Ø
Masyarakat-masyarakat Praindustri yang sedang Berkembang.
Keadaan masyarakat tidak terisolasi,
ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi daripada tipe sebelumnya. Agam
memberikan arti dan ikatan kepada system nilai dalam tiap masyarakat ini,
tetapi saat yang sama lingkunngan yang sacral dan yang secular itu sedikit
banyak masih di bedakan.
Ø Masyarakat-masyarakat
Praindustri yang Maju.
Bersifat rasional dan berfikir
ilmiah dalam pendekatan agama sehingga mengarah ke tingkah laku yang ekonomis
dan teknologis. Sifat-siaft agama hampir tidak mungkin dipandang dengan sikap
yang netral. Bila sifat rasional penuh dalam membahas agama yang ada pada
manusia, maka berati bersifat nonagama
Definisi Agama
Dengan singkat definisi agama menurut sosiologi adalah definisi yang
empiris. Sosiologi tidak pernah memberikan definisi agama yang evaluative
(menilai). Sosiologi angkat tangan mengenai hakikat agama, baiknya atau
buruknya agama atau agama–agama yang tengah diamatinya. Dari pengamatan ini
sosiologi hanya sanggup memberikan definisi deskriptif (menggambarkan apa
adanya) yang mengungkapkan apa yang dimengerti dan dialami pemeluk-pemeluknya.
Definisi agama menurut
Durkheim adalah suatu “sistem kepercayaan dan praktek yang telah dipersatukan yang
berkaitan dengan hal-hal yang kudus kepercayaan-kepercayaan dan praktek-praktek
yang bersatu menjadi suatu komunitas moral yang tunggal.” Dari definisi ini ada
dua unsur yang penting, yang menjadi syarat sesuatu dapat disebut agama, yaitu
“sifat kudus” dari agama dan “praktek-praktek ritual” dari agama. Agama tidak
harus melibatkan adanya konsep mengenai suatu mahluk supranatural, tetapi agama
tidak dapat melepaskan kedua unsur di atas, karena ia akan menjadi bukan agama
lagi, ketika salah satu unsur tersebut terlepas. Di sini terlihat bahwa sesuatu
dapat disebut agama bukan dilihat dari substansi isinya tetapi dari bentuknya,
yang melibatkan dua ciri tersebut.
Sedangkan menurut pendapat Hendro
puspito, agama adalah suatu jenis sosial yang dibuat oleh
penganut-penganutnya yang berproses pada kekuatan-kekuatan non-empires yang
dipercayainya dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi mereka dan masyarakat
luas umumya. Dalam kamus sosiologi, pengertian agama ada 3 macam yaitu:
Ø Kepercayaan pada
hal-hal yang spiritual
Ø Perangkat kepercayaan
dan praktek-praktek spiritual yang dianggap sebagai tujuan tersendiri
Ø Ideologi mengenai
hal-hal yang bersifat supranatural
Ruang Lingkup Agama
Secara garis besar ruang lingkup agama mencakup :
Ø Hubungan manusia
dengan tuhannya
Hubungan dengan tuhan disebut ibadah. Ibadah
bertujuan untuk mendekatkan diri manusia
kepada tuhannya.
Ø Hubungan manusia
dengan manusia
Agama memiliki
konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan dan kemasyarakatan. Konsep dasar
tersebut memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran agama mengenai hubungan
manusia dengan manusia atau disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan. Sebagai
contoh setiap ajaran agama mengajarkan tolong-menolong terhadap sesama manusia.
Ø Hubungan manusia
dengan makhluk lainnya atau lingkungannya.
Di setiap ajaran agama
diajarkan bahwa manusia selalu menjaga keharmonisan antara makluk hidup dengan
lingkungan sekitar supaya manusia dapat melanjutkan kehidupannya.
Fungsi dan Peran Agama Dalam Masyarakat
Dalam hal fungsi, masyarakat dan agama itu berperan dalam mengatasi
persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat yang tidak dapat
dipecahakan secara empiris
karena adanya keterbatasan kemampuan dan
ketidakpastian. Oleh karena itu, diharapkan agama menjalankan
fungsinya sehingga masyarakat
merasa sejahtera, aman, stabil, dan sebagainya. Agama dalam
masyarakat bisa difungsikan sebagai berikut :
Ø Fungsi edukatif.
Agama memberikan
bimbingan dan pengajaaran dengan perantara petugas-petugasnya (fungsionaris)
seperti syaman, dukun, nabi, kiai, pendeta imam, guru agama dan lainnya, baik
dalam upacara (perayaan) keagamaan, khotbah, renungan (meditasi) pendalaman
rohani, dsb.
Ø Fungsi penyelamatan.
Bahwa setiap manusia
menginginkan keselamatan baik dalam hidup sekarang ini maupun sesudah mati.
Jaminan keselamatan ini hanya bisa mereka temukan dalam agama. Agama membantu
manusia untuk mengenal sesuatu “yang sakral” dan “makhluk teringgi” atau Tuhan
dan berkomunikasi dengan-Nya. Sehingga dalam yang hubungan ini manusia percaya
dapat memperoleh apa yang ia inginkan. Agama sanggup mendamaikan kembali
manusia yang salah dengan Tuhan dengan jalan pengampunan dan Penyucian batin.
Ø Fungsi pengawasan
sosial (social control)
Fungsi agama sebagai kontrol
sosial yaitu :
Ø Agama
meneguhkan kaidah-kaidah susila dari adat yang dipandang baik bagi kehidupan
moral warga masyarakat.
Ø Agama
mengamankan dan melestarikan kaidah-kaidah moral ( yang dianggap baik )dari
serbuan destruktif dari agama baru dan dari system hokum Negara modern.
Ø Fungsi memupuk
Persaudaraan.
Ø Kesatuan
persaudaraan berdasarkan kesatuan sosiologis ialah kesatuan manusia-manusia
yang didirikan atas unsur kesamaan.
Ø Kesatuan persaudaraan berdasarkan ideologi yang sama, seperti
liberalism, komunisme, dan sosialisme.
Ø Kesatuan persaudaraan berdasarkan sistem politik yang sama.
Bangsa-bangsa bergabung dalam sistem kenegaraan besar, seperti NATO, ASEAN dll.
Ø Kesatuan
persaudaraan atas dasar se-iman, merupakan kesatuan tertinggi karena dalam
persatuan ini manusia bukan hanya melibatkan sebagian dari dirinya saja
melainkan seluruh pribadinya dilibatkan dalam satu intimitas yang terdalam
dengan sesuatu yang tertinggi yang dipercayai bersama
Ø Fungsi transformatif.
Fungsi transformatif
disini diartikan dengan mengubah bentuk kehidupan baru atau mengganti
nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru yang lebih bermanfaat.
Sedangkan menurut Thomas F. O’Dea
menuliskan enam fungsi agama dan masyarakat yaitu:
Ø Sebagai pendukung,
pelipur lara, dan perekonsiliasi.
Ø Sarana hubungan
transendental melalui pemujaan dan upacara
Ø Ibadat.
Ø Penguat norma-norma
dan nilai-nilai yang sudah ada.
Ø Pengoreksi fungsi yang
sudah ada.
Ø Pemberi identitas
diri.
Ø Pendewasaan agama.
Sedangkan menurut Hendropuspito lebih ringkas lagi,
akan tetapi intinya hampir
sama. Menurutnya fungsi agama
dan masyarakat itu adalah
edukatif, penyelamat, pengawasan sosial,
memupuk persaudaraan, dan transformatif.
Agama memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan
masyarakat, karena agama memberikan sebuah system nilai yang memiliki derivasi
pada norma-norma masyarakat untuk memberikan pengabsahan dan pembenaran dalam
mengatur pola perilaku manusia, baik di level individu dan masyarakat. Agama
menjadi sebuah pedoman hidup singkatnya. Dalam memandang nilai, dapat kita lihat dari dua sudut pandang. Pertama, nilai agama dilihat dari sudut intelektual yang menjadikan nilai agama sebagai norma atau prinsip. Kedua, nilai agama dirasakan di sudut pandang emosional yang menyebabkan adanya sebuah dorongan rasa dalam diri yang disebut mistisme.
masyarakat, karena agama memberikan sebuah system nilai yang memiliki derivasi
pada norma-norma masyarakat untuk memberikan pengabsahan dan pembenaran dalam
mengatur pola perilaku manusia, baik di level individu dan masyarakat. Agama
menjadi sebuah pedoman hidup singkatnya. Dalam memandang nilai, dapat kita lihat dari dua sudut pandang. Pertama, nilai agama dilihat dari sudut intelektual yang menjadikan nilai agama sebagai norma atau prinsip. Kedua, nilai agama dirasakan di sudut pandang emosional yang menyebabkan adanya sebuah dorongan rasa dalam diri yang disebut mistisme.
Pengaruh Agama Terhadap Kehidupan Manusia
Sebagaimana telah dijelaskan dari pemaparan diatas, jasa terbesar agama
adalah mengarahkan perhatian manusia kepada masalah yang penting yang selalu menggoda
manusia yaitu masalah “arti dan makna”. Manusia membutuhkan bukan saja
pengaturan emosi, tetapi juga kepastian kognitif tentang perkara-perkara
seperti kesusilaan, disiplin, penderitaan, kematian, nasib terakhir. Terhadap
persoalan tersebut agama menunjukan kepada manusia jalan dan arah kemana
manusia dapat mencari jawabannya. Dan jawaban tersebut hanya dapat diperoleh
jika manusia beserta masyarakatnya mau menerima suatu yang ditunjuk
sebagai “sumber” dan “terminal terakhir” dari segala kejadian yang ada di
dunia. Terminal terakhir ini berada dalam dunia supra-empiris yang
tidak dapat dijangkau tenaga indrawi maupun otak manusiawi, sehingga tidak
dapat dibuktikan secara rasional, malainkan harus diterima sebagai kebenaran.
Agama juga telah meningkatkan kesadaran yang hidup dalam diri manusia akan
kondisi eksistensinya yang berupa ketidakpastian dan ketidakmampuan untuk
menjawab problem hidup manusia yang berat.
Para ahli kebuadayaan yang telah mengadakan pengamatan mengenai aneka
kebudayaan berbagai bangsa sampai pada kesimpulan, bahwa agama merupakan unsur
inti yang paling mendasar dari kebudayaan manusia, baik ditinjau dari segi
positif maupun negatif. Masyarakat adalah suatu fenomena sosial yang terkena
arus perubahan terus-menerus yang dapat dibagi dalam dua kategori : kekuatan
batin (rohani) dan kekuatan lahir (jasmani). Contoh perubahan yang disebabkan
kekuatan lahir ialah perkembangan teknologi yang dibuat oleh manusia. Sedangkan
contoh perubahan yang disebabkan oleh kekuatan batin adalah demokrasi,
reformasi, dan agama. Dari analisis komparatif ternyata bahwa agama dan
nilai-nilai keagamaan merupakan kekuatan pengubah yang terkuat dari semua
kebudayaan, agama dapat menjadi inisiator ataupun promotor, tetapi juga sebagai
alat penentang yang gigih sesuai dengan kedudukan agama.
Secara sosiologis, pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu
pengaruh yang bersifat positif atau pengaruh yang menyatukan (integrative
factor) dan pengaruh yang bersifat negatif atau pengaruh yang bersifat
destruktif dan memecah-belah(desintegrative factor).
Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat, pengaruh yang bersifat integratif. Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya konsensus dalam masyarakat. Fungsi Disintegratif Agama adalah, meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain
Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat, pengaruh yang bersifat integratif. Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya konsensus dalam masyarakat. Fungsi Disintegratif Agama adalah, meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain
Pengaruh Agama Terhadap Stratifikasi Sosial
Didalam ajaran sosiologi kita mengenal pengertian stratifikasi sosial yang
mempunyai pengertian yaitu, susunan berbagai kedudukan sosial menurut tinggi
rendahnya dalam masyarakat. Seorang pengamat menggambarkan masyarakat sebagai
suatu tanda yang berdiri yang mempunyai anak tanggga-anak tangga dari bawah
keatas. Stratifikasi sosial itu tidak sama antara masyarakat satu dengan yang
lain karena setiap masyarakat mempunyai stratifikasi sosialnya sendiri . Jika
jarak antara tangga yang satu dengan anak tangga yang ada diatasnya ditarik
horizontal, maka terdapat suatu ruang. Ruang itu disebut lapisan sosial. Jadi
lapisan sosial adalah keseluruhan orang yang berkedudukan lapisan sosial
setingkat . Contoh pengaruh agama terhadap stratifikasi pada golongan petani,
sikap mental golongan petani terbentuk oleh situasi dan kondisi dimana mereka
hidup, yang antara lain adalah faktor klimatologis dan hidrologis seperti musim
dingin dan musim panas, yang sejalan dengan musim kering dan musim penghujan.
Golongan petani selalu bergumul dengan pemainan hukum alam (pertanian). Hukum
cocok tanam kadang sulit diperhitungkan secara cermat selalu bersandar pada
kedermawanan alam yang datang lambat & tidak menentu. Maka kaum petani
lebih cenderung untuk mendayagunakan kekuatan-kekuatan magis(supra-empiris) guna
membantu mereka dalam menentukan hari yang tepat. Semangat religius golongan
petani itu terlihat dari pengadaan sejumlah pesta pertanian pada peristiwa
penting, misalnya kaum petani di Indonesia mengadakan selamatan pada saat
menanam benih dan waktu panen, sampai sekarang ini banyak petani di Indonesia
masih mengadakan ritual tersebut.
KELESTARIAN AGAMA DALAM MASYARAKAT
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, kemudian lahir pemikiran-pemikiran
yang berlandaskan pada pemikiran sekuler seperti pemikiran Max Weber yang
mengatakan bahwa pada masyarakat modern agama akan lenyap karena pada
masyarakat modern dikuasai oleh teknologi dan birokrasi. Tetapi pemikiran
tersebut itu belum terbukti dalam kurun waktu terkhir ini. Sebagai contoh yang
terjadi di negara-negara komunis seperti Rusia, RRC, Vietnam yang menerapkan
penghapusan agama karena tidak sesuai dengan ideologi negara tersebut, tetapi
beberapa orang berhasil mempertahankan agama tersebut, bahkan umat beragama
semakin meningkat. Dengan mengirasionalkan agama bahwa agama adalah sesuatu yang
salah dalam pemikiran, tetapi dengan sendirinya umat beragama dapat berpikir
dan mengetahui apa yang dipikirkan mengenai agama. Sehingga umat beragama dapat
memahami apa arti sebuah agama dam manfaatnya.
Karena semakin berkembangnya ilmu pengetahuan yang demikian dinamis,
teori-teori lama kemudian mengalami penyempurnaan dan revisi. Bukan pada
tempatnya membandingkan kebenaran ilmu pengetahuan dengan kebenaran yang
diperoleh dari informasi agama. Pemeluk agama meyakini kebenaran agama sebagai
kebenaran yang bersifat kekal, sementara kebenaran ilmu pengetahuan bersifat
dinamis sesuai dengan perkembangan kemampuan pola pikir manusia. Ilmu
pengetahuan sendiri sebenarnya bisa menjadi bagian dari penafsiran nilai-nilai
agama. Sepertia yang dikatakan David Tracy bahwa ilmu pengetahuan itu
mengandung dimensi religious, karena untuk dapat dipahami, dan diterima
diperlukan keterlibatan diri dengan soal Ketuhanan dan agama.
Sumber
:
Nama :
Adhitya Nur Pratama
NPM : 20314224
Kelas : 1TB03
Comments
Post a Comment