BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Sejarah Bandara Kemayoran
Bandar Udara Internasional
Kemayoran (IATA: JKT ICAO: WIID) merupakan bandar
udara pertama di Indonesia yang dibuka untuk penerbangan internasional. Bandara
yang dikenal dengan nama Kemajoran (Djakarta) itu merupakan bandara
internasional pertama di Jakarta. Bandara ini dibangun pada 1934 dan secara
resmi dibuka pada 8 Juli 1940. Namun sebenarnya mulai tanggal 6 Juli 1940 tercatat bandar
udara ini sudah mulai beroperasi dimulai dengan pesawat pertama yang mendarat
jenis Douglas DC-3 Dakota milik perusahaan penerbangan Hindia
Belanda, KNILM
(Koningkelije Nederlands Indische Luchtvaart Maatschapij) yang diterbangkan
dari Lapangan Terbang Tjililitan
(sekarang Bandara Halim Perdanakusuma). Tercatat pesawat ini beroperasi di
Kemayoran sampai akhir beroperasi. Sementara pesawat sejenis dengan registrasi
PK-AJW juga menjadi pesawat pertama yang lepas landas dari Kemayoran menuju
Australia, sehari kemudian.
Bandar udara yang
dahulu terkenal dengan nama Kemajoran
ini perlahan mulai berhenti beroperasi pada tanggal 1 Januari 1983 dan resmi
berhenti beroperasi pada tanggal 31 Maret 1985 dengan dimulainya
pemindahan aktivitas penerbangan ke Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta yang baru saja
diresmikan.
Bandar udara Kemayoran
memiliki dua landasan pacu yang bersilangan, yakni landasan pacu
utara - selatan (17-35) dengan ukuran 2.475 x 45 meter dan landasan pacu barat -
timur (08-26) dengan ukuran 1.850 x 30 meter.
Jauh sebelum didirikan bandar udara,
daerah Kemayoran
merupakan sebuah tanah yang dimiliki oleh Komandan VOC,
Isaac de l'Ostal de
Saint-Martin (1629–1696). Sekitar akhir abad ke-17,
Issac memiliki tanah di Pulau Jawa yang meliputi daerah Kemayoran, Ancol,
Krukut,
dan Cinere. Nama
"Mayoran" pertama muncul pada tahun 1816 di dalam iklan Java
Government Gazette sebagai "tanah yang terletak di dekat Weltevreden,
Batavia".
Setelah itu, daerah tersebut dikenal dengan sebutan "Kemayoran".
Hingga awal abad ke-20, daerah Kemayoran
masih berupa rawa,
areal persawahan,
serta pemukiman penduduk. Kemudian pada tahun 1934, Pemerintah Hindia Belanda
mendirikan sebuah Bandar udara di daerah tersebut dan diresmikan pada tanggal 8
Juli 1940. Hal tersebut menjadikan Kemayoran sebagai Bandar Udara Internasional
pertama di Indonesia. Pengelolaan Bandar udara ini oleh pemerintah Hindia
Belanda dipercayakan kepada Koningkelije
Nederlands Indische Luchtvaart Maatschapij (KNILM) sampai
masa pendudukan Jepang.
Pada hari peresmiannya,
KNILM menggelar beberapa pesawat miliknya, antara lain DC-2 Uliver,
DC-3 Dakota, Fokker F-VIIb 3m, Grumman G-21 Goose, de
Havilland DH-89 Dragon Rapide dan Lochkeed L-14 Super Electra.
Dua bulan kemudian, KNILM mendatangkan pesawat baru di antaranya Douglas DC-5
dan Sikorsky S-43 Baby Clipper.
Pertunjukan udara (airshow)
pertama juga diselenggarakan di Kemayoran, bertepatan dengan hari jadi Ratu Wilhelmina
pada 31 Agustus 1940. Selain pesawat milik KNILM, sejumlah pesawat - pesawat
kecil juga digelar di airshow ini, di antaramya Buckmeister Bu-131 Jungmann,
de Havilland DH-82 Tigermooth, Piper Cub dan Walraven W-2
yang pernah terbang dari Batavia (Jakarta) menuju Amsterdam pada 27 September
1935.
Pada masa itu, terjadi
perang di Asia Pasifik yang mulai berkecamuk. Kemayoran digunakan untuk
penerbangan pesawat - pesawat militer, walaupun aktivitas penerbangan komersial
tetap berjalan. Pesawat - pesawat militer itu antara lain Glenn Martin B-10,
B12, Koolhoven FK-51, Brewster F-2 Buffalo, Lockheed L-18 Lodestar,
Curtless P-36 Hawk, Fokker CX dan bomber legendaris Boeing B-17 Flying
Fortress. Ketika perang semakin sengit, Kemayoran tak luput dari serangan
pesawat-pesawat penyerang milik Angkatan Udara Kekaisaran Jepang.
Pada tanggal 9 Februari 1942, dua Douglas DC-5, dua Brewster dan sebuah F.VII
terkena serangan Jepang, memaksa KNILM mengungsikan pesawatnya ke Australia
dan pada akhirnya Kemayoran berhasil diduduki oleh Angkatan Udara Kekaisaran
Jepang. Pada Maret 1942 pesawat - pesawat buatan Jepang mulai meramaikan
Kemayoran. Pesawat buatan Jepang pertama yang mendarat adalah Mitsubishi A6M2 Zeke
atau Zero. Selain itu terdapat juga pesawat Nakajima L2D yang
menyerupai Dakota, Nakajima K-43 Hayabusa, Tackikawa K-9 Churen,
dan Tackikawa K-36 Chuku pernah mendarat di Kemayoran.
Setelah peristiwa
Hiroshima dan Nagasaki yang memaksa Jepang menyerah kepada Sekutu pada Agustus
1945, Bandar udara ini langsung diambil alih oleh Sekutu dan Nederlandsch
Indië Civil Administratie. Pada saat itu
mulailah berdatangan pesawat - pesawat milik Sekutu ke Kemayoran, seperti
Supermarine Spitfire, B-25 Mitchell dan P-51 Mustang.
Selain itu, juga berdatangan pesawat - pesawat penumpang, di antaranya Douglas
DC-4, C-54 Skymaster, Douglas DC-6, Boeing 377 Stratocruiser
dan Lockheed Constelation. Pada tanggal 1 Agustus
1947,
Bandar Udara Internasional Kemayoran menjadi saksi lahirnya maskapai
penerbangan KLM
Interinsulair Bedrijf yang kemudian
dinasionalisasikan menjadi maskapai penerbangan nasional pertama di Indonesia,
yaitu Garuda Indonesia
Airways. Dengan lahirnya
Garuda Indonesia Airways, bandara Kemayoran pun kembali diwarnai dengan pesawat
- pesawat modern pada masanya, seperti de Havilland DH-114 Heron, Douglas
DC-6B, Lockheed Super Constelation, Convair 240, 340 dan 440.
Pada tahun 1950-an setelah selesai perang kemerdekaan, pengelolaan
penerbangan sipil langsung dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
Baru pada tahun 1958
dikelola oleh Djawatan
Penerbangan Sipil, yang sekarang
lebih dikenal sebagai Direktorat
Jenderal Perhubungan Udara. Pada tahun ini
banyak pesawat bertenaga turboprop berdatangan ke Kemayoran, antara
lain Saab 91 Safir, Grumman Albatross, Ilyushin Il-14, dan
pesawat - pesawat rancangan Nurtanio seperti Nu-200 Sikumbang, Belalang
dan Kunang.
Memasuki era 1960-an, pengelolaan Kemayoran diserahkan kepada BUMN yang
diberi nama Perusahaan Negara Angkasa Pura Kemayoran. Pada tahun ini Bandar udara
Kemayoran kembali diwarnai dengan berbagai jenis pesawat, di mana pada masa ini
Garuda mulai mendatangkan sejumlah armada barunya seperti Lockheed L-188 Electra,
Convair CV990A Coronado, Douglas DC-8, McDonnell Douglas DC-9 dan
Fokker F28 Fellowship.
Tak hanya sipil, militer pun juga
memanfaatkan Kemayoran di mana AURI (sekarang TNI AU) menjadikan Kemayoran
sebagai pangkalan bagi armada tempur AURI saat itu, seperti Mikoyan Gurevich
MiG-17 Fresco, MiG-15 UTI Fagot, dan MiG-19 Farmer.
Selain armada tempur, AURI juga menempatkan armada pembom Ilyushin Il-28 Beagle.
Bahkan pesawat Tupolev Tu-16 Badger sempat berada di Kemayoran sebelum
dipindahkan ke Lanud Iswahyudi, Madiun.
Memasuki era 1970-an,
Kemayoran pun kembali diwarnai dengan berbagai jenis pesawat canggih berbadan
lebar yang ditenagai jet turbofan, yaitu McDonnell Douglas DC-10, dan
Airbus A300. Pada 29 Oktober 1973, Garuda menyewa sebuah McDonnell Douglas
DC-10 milik maskapai Belanda KLM untuk keperluan angkutan jamaah haji. Pesawat
McDonnell Douglas DC-10 inilah yang menjadi pesawat terbesar dan terberat yang
pernah singgah di Kemayoran. Sedangkan Garuda menggunakan Airbus A300B4 untuk
melayani rute Kemayoran – Medan. Pada tahun ini Bandara Kemayoran juga
kedatangan Ratu Juliana dari Belanda.
Karena semakin sibuknya
aktivitas penerbangan di bandara Kemayoran, pemerintah memutuskan membuka Bandara
Halim Perdanakusuma sebagai bandara internasional pada 10 Januari 1974.
Sebagian penerbangan berpindah ke Halim, sementara penerbangan domestic
seluruhnya masih bertahan di Kemayoran.
Menjelang pertengahan
tahun 1970-an, Kemayoran dianggap terlalu dekat dengan basis militer Indonesia
di Bandara
Halim Perdanakusuma. Penerbangan
sipil di area tersebut menjadi sempit, sementara lalu lintas udara meningkat
cepat, yang mana mengancam lalu lintas internasional. Hal itu yang kemudian
pemerintah berencana untuk memindahkan aktivitas Bandar Udara ini ke Bandar
Udara yang baru. Dengan bantuan USAID, dipilihlah Cengkareng sebagai lokasi Bandar Udara
yang baru.
Setelah diresmikannya Bandar
Udara Internasional Soekarno-Hatta,
Bandar Udara Internasional Kemayoran perlahan mulai ditutup dan hingga akhirnya
resmi berhenti beroperasi pada tanggal 31 Maret
1985
tepatnya pukul 00:00 WIB. Pada saat itu seluruh penumpang yang sudah boarding
di Kemayoran langsung dibawa oleh bus menuju Soekarno-Hatta karena seluruh
penerbangan dari Kemayoran sudah dipindahkan ke Bandar
Udara Internasional Soekarno-Hatta.
Sebelum benar - benar
beralih fungsi, Kemayoran pernah menjadi tempat test flight pesawat CN-235 buatan
Industri Pesawat
Terbang Nusantara dan sempat
menjadi tuan rumah ajang dirgantara bergengsi Indonesian Air Show di tahun
1986.
Setelah dihentikan
kegiatan operasionalnya, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No 31
tahun 1985, untuk menghindarkan perebutan kewenangan antar instansi terhadap
areal bekas bandar udara itu, berdasarkan peraturan itu, kekayaan negara yang
merupakan sebagian modal Perum Angkasa Pura I ditarik kembali sebagai kekayaan
negara.
Sepanjang beroperasinya
Kemayoran, tak luput dari berbagai insiden maupun kecelakaan. Di antaranya
Convair 340 yang mendarat tanpa roda, Douglas DC-9 yang mengalami patah di fuselage-nya
di landasan, dan Douglas DC-3 yang terbakar. Selain itu Fokker F27 mengalami
kecelakaan yang menyebabkan seluruh awaknya tewas, di mana pada saat itu
pesawat F27 sedang melakukan latihan terbang dengan satu mesin. Setelah take
off, pesawat medadak oleng, kemudian menukik hingga menghantan kawasan
bandara dan pesawat hancur terbakar.
Saat ini landasan pacu utara - selatan (17-35) menjelma menjadi Jalan Benyamin Sueb
dan landasan pacu barat - timur (08-26) menjadi Jalan HBR Motik. Landasan
pacu yang dibangun dengan mutu sangat baik tentu saja bisa menjadi jalan raya
yang kuat. Sarana vital dari bekas
Bandara Kemayoran yang kini sudah sulit disaksikan adalah apron (tempat parkir
pesawat) dan hanggar pesawat. Selain dua landasan pacu yang berubah fungsi itu,
menara Air Trafic Control (ATC) dan ruang tunggu penumpang juga masih ada.
Hanya saja, dua bangunan terakhir itu kondisinya agak kurang terawat.
Link Download File : KLIK DISINI
Adhitya Nur Pratama
20314224
4TB06
Link Download File : KLIK DISINI
Adhitya Nur Pratama
20314224
4TB06
Comments
Post a Comment